Dalam suasana berkabung yang beruntun, setelah timnas Garuda
senior terjungkal oleh timnas Philipina di babak penyisihan grup ajang piala
AFF 2014 di Vietnam baru-baru ini, dan sebelumnya timnas Garuda U-19 harus
pulang dengan kepala tertunduk lesu dari kejuaraan piala Asia di Myanmar
beberapa waktu lalu – karena gagal memenuhi harapan masuk ke babak semi final,
ternyata Tuhan masih sayang kepada publik sepak bola Indonesia. Sebuah
keajaiban yang tak diduga-duga, ternyata Indonesia mampu menduduki peringkat
TUJUH dunia!!!
Sungguh. Tidak disangka dan tak dinyana memang. setelah
sekian lama tertatih-tatih menggapai harapan agar mampu berbicara sebagai
jawara di level Asean, kemudian meningkat ke tingkat Asia, dan puncaknya sampai
mampu merebut trophy piala Dunia, atawa paling tidak ‘mencicipi hingar-bingar’
final kejuaraan antar negara sedunia yang sampai sekarang hanyalah ada dalam
angan-angan, dalam sekejap mata saja bisa menjadi kenyataan, sama sekali beritanya
bukan sekedar hoax, atawa cuap-cuap media yang sekedar cari sensasi
saja.
Sebagaimana dikabarkan Kompas.com, di Sao Paulo, Brasil mata dunia
telah dikejutkan oleh penampilan 12 anak-anak kampung dari Kabupaten
Purwakarta, Jawa Barat, yang berlaga untuk mewakili Indonesia (Garuda Muda)
dalam final Danone Nations Cup (DNC) 2014.
Mereka disebut "Superkids Indonesia" karena
postur tubuh yang kecil. Namun, meski berpostur kecil, mereka mampu membungkam
grup-grup raksasa persepakbolaan dunia, seperti Afrika Selatan, yang telah dua
kali membawa Piala DNC, atau Perancis, yang berhasil dikalahkan anak-anak ini
lewat drama adu penalti. Padahal, selama ini, Perancis adalah tim yang paling
disegani dan ditakuti di DNC 2014.
"Saat awal datang ke Brasil banyak yang kurang peduli
terhadap Garuda Muda Indonesia karena tubuh mereka kecil. Tapi, begitu berhasil
mengalahkan Afrika Selatan, terutama Perancis, mereka terkesima. Bahkan,
pelatih Perancis menjuluki anak-anak ini 'Superkids Indonesia', yang diikuti
oleh tim lainnya memanggil 'Superkids Indonesia'," ujar pelatih M Ridwan,
Rabu (26/11/2014).
Meski anak-anak ini begitu terkenal dalam persepakbolaan
dunia, belum banyak masyarakat Indonesia yang mengenalnya. Anak-anak ini
tergabung dalam sekolah sepak bola (SSB) asal Purwakarta, Jawa Barat, Asad 313
Purwakarta, asuhan Manajer Alwi, pelatih M Ridwan, dan Kepala SSB Asad, Ahmad Arif
Imamulhaq.
Dalam laga internasional pertamanya, Asad berhasil
membungkam lawan-lawan tangguh dari Afrika Selatan (dua kali juara turnamen
DNC), mengimbangi Meksiko 1-1, dan menekuk Belgia 2-0. Di babak 16 besar,
Garuda Muda Indonesia ini menyingkirkan juara bertahan Perancis lewat adu
penalti. Asad harus menghentikan permainannya di babak delapan besar dan
membawa pulang peringkat tujuh sepak bola dunia 2014.
Memang betul. Sejak lama Indonesia memiliki banyak potensi
untuk menggapai asa di dunia sepakbola. Sebagaimana dibuktikan anak-anak
kampung dari Purwakarta tersebut. Anak-anak di Indonesia sejak dini sepertinya
sudah memiliki bakat alam dalam permainan si kulit bundar ini. bahkan anak-anak
tersebut datang dari berbagai pelosok yang sulit terjangkau peradaban modern
yang berkembang dewasa ini. Selain itu mereka (anak-anak tersebut) pun
dilahirkan dari keluarga kurang mampu, alias keluarga yang hidup di bawah garis
kemiskinan.
Tidak hanya anak-anak dari Purwakarta saja memang. Jauh
sebelumnya telah banyak pesepak bola nasional yang datang dari pelosok desa,
dan dilahirkan oleh keluarga miskin. Akan tetapi manakala nama besar sudah
diraihnya, dibarengi dengan menggunungnya pundi-pundi uang sebagai imbalan dari
cucuran keringatnya di tengah lapangan, merekapun seakan sudah merasa puas,
atawa seringkali ibarat pelaut yang lupa daratan.
Sebelumnya, saat mereka belum lagi ‘besar’ selalu
dikatakannya ingin menjadi pemain top dunia – sebagaimana pemain yang
diidolakannya, dan membawa Indonesia ke kancah internasional. Akan tetapi di
dalam kenyataannya, baru saja berhasil menjadi pemain top di level lokal saja,
sepertinya mereka pun lupa dengan cita-cita semula. Yang ada malah sebaliknya,
mereka pun terkadang menjadi ‘besar kepala’, dan manjanya gak ketulungan bak
bocah kecil saja.
Sehingga pada kesempatan ini, saya titip pesan kepada Kang
Dedi Mulyadi, ‘penguasa’ Purwakarta yang memiliki perhatian besar terhadap
prestasi anak-anak desanya, jangan lupa untuk belajar dari semua kegagalan
pembinaan yang dilaksanakan para pelaku sepak bola di Indonesia selama ini.
Paling tidak berusahalah agar anak-anak itu kelak tidak manja, tidak besar
kepala sebelum tergapai harapan menjadi pemuka di ajang tertinggi: Piala Dunia.
Semoga... ***
Dapat dibaca juga di: Indonesiana
0 comments:
Post a Comment