Lelaki itu merasa seakan-akan terperangkap di dalam ruang
isolasi yang sangat gelap dan pengap. Masa lalu yang kelabu, saat ini
yang seolah tak memiliki arti, seolah mengepung dari berbagai penjuru. Apalagi
bila mencoba menerawang ke masa yang akan datang, dirinya sama sekali tak punya
kejelasan.
Padahal usianya tak muda lagi. Bila diibaratkan sebuah
pohon, dari akar sampai ranting dan dahannya sudah melapuk dan meranggas
gersang. Bisa jadi sudah tak berguna lagi. Paling-paling dijadikan sebagai kayu
bakar.
Masih jelas membayang masa-masa mudanya yang sudah lama
dilewatinya. Lelaki itu terlalu banyak merambah perjalanan ke segala arah, dan
selalu merancang banyak rencana yang tak satupun menjadi nyata.
Lalu di saat ini ketika usianya tak muda lagi, ia masih juga
asyik mengurai mimpi. Tak kenal waktu, siang dan malam lelaki itu menjalin
impian yang satu dengan yang lainnya sepanjang hari. Padahal apalah namanya
mimpi jika dalam kenyataannya sungguh berbeda sama sekali.
Bila suatu ketika lelaki itu tersadar, dirinya merasa berada
di dalam ruang yang begitu asing memang. Sementara orang-orang lain yang
seusianya, bahkan yang layak jadi anak-cucunya, mereka sudah jauh, jauh sekali
berada di ujung jalan yang semestinya ia pun menjalaninya.
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/arsudradjat/fr-solilokui-seorang-lelaki-tua_55a3c32187afbd180a2c8599
0 comments:
Post a Comment